Ada Terapi dalam Hobi Memasak

Anggita Olivia
4 min readMay 11, 2020

--

AYOBANDUNG.COM — Beberapa waktu ke belakang, memasak menjadi tren tersendiri di jagat media sosial. Di tengah pandemi Covid-19, salah satu kegiatan yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu selama karantina adalah memasak. Tidak sedikit warganet yang mulai berkreasi di dapurnya. Mulai dari minuman kekinian, hingga menu-menu masakan lainnya tersaji di layar ponsel. Hanya dalam beberapa minggu, semua orang menjadi chef dadakan.

Salah satu menu yang ramai diperbincangkan adalah dalgona coffee. Sajian kopi ini merupakan tren yang awalnya muncul di negeri ginseng, Korea Selatan. Menurut sebuah artikel di Los Angeles Times, tren dalgona coffee ini adalah proses pembuatan kopi yang diaduk dengan tangan, kemudian diunggah ke media sosial. Kopi ini juga dikenal sebagai ‘kopi kocok’ atau whipped coffee yang berasal dari India, Pakistan, dan Macau.

Tak mau ketinggalan, Alicia, perempuan yang baru mulai memasak ini juga turut meramaikan tren dalgona coffee. Maraknya pembatasan sosial memaksa dirinya untuk tetap tinggal di rumah. Padahal, dirinya terbiasa nongkrong di beberapa kafe yang ada di Pekanbaru, sebuah kota di Provinsi Riau.

Bosan dengan sajian kopi yang konvensional, Alicia memutuskan membuat sajian kopi yang ramai di aplikasi TikTok ini. Mulanya, dia menggunakan sendok untuk mengaduk kopi tersebut. Dia mengaku, mengaduk dalgona coffee dengan tangan cukup melelahkan. Akhirnya dia memutuskan untuk memesan egg mixer (pengocok telur) melalui marketplace.

“Tadi abis buat dalgona coffee lagi, tapi foamnya (busa) gagal karena capek banget ngaduknya. Memang sudah saatnya investasi ke peralatan dapur,” tuturnya.

Alicia bercerita, dirinya terbiasa menonton video memasak melalui kanal YouTube. Hobi memasaknya berawal dari keinginan untuk membuat sebuah menu. Lalu ia mencari tutorial menu tersebut. Salah satu content creator yang Alicia tonton adalah William Gozali.

Selain meracik minuman, Alicia juga ingin membuat menu masakan lainnya, salah satunya blueberry cheesecake. Namun, keterbatasan bahan baku dan alat menjadi penyebab dirinya mandet dalam memasak. “Susah banget nyari blueberrynya, dan di sini juga gak ada loyang bulet. Tapi udah ada wishlist beberapa peralatan dapur lainnya seperti mixer, loyang, portable blender, dan oven kompor,” tambahnya.

Lain cerita dengan Meisya, memasak menjadi rutinitas baginya. Sehari-hari, dia memang sering membantu ibunya memasak. Dengan banyaknya waktu luang yang dia miliki saat ini, Meisya bisa bereksperimen di dapur rumahnya. Mahasiswa yang mengaku suka jajan ini juga mencoba untuk memasak ulang jajanan yang akhir-akhir ini dia sukai. Mulai dari makanan berkuah seperti tongseng dan kolak, maupun jajanan ringan seperti siomay dan gorengan mendoan sudah pernah ia buat.

Bagi Meisya, memasak menjadi terapi tersendiri baginya. “Ada kepuasan sendiri kalau masak, terus berhasil. Rasanya enak dan keluarga aku suka, karena aku seringnya masak di rumah buat keluarga. Senang juga kalau aku bisa bikin makanan kesukaanku sendiri, jadi bisa masak kapan pun aku mau,” tuturnya.

Tak terkecuali bagi Syifa. Kegemarannya memasak sejak sekolah menengah atas sampai sekarang, membuat dia terjun dalam sebuah bisnis pempek kecil-kecilan. “Awalnya karena papa suka banget pempek, terus mama dan aku coba bikin, taunya enak. Disuguhin ke teman pengajian arisan mama, pada bilang enak pengen lagi. Akhirnya dicoba tukeran makanan ke tetangga, eh ada yang maksa pengen pempeknya dibeli, gak mau dikasih,” ujarnya.

Sama halnya dengan Meisya, memasak juga menjadi opsi untuk mengisi waktu luang saat karantina bagi Syifa. Mahasiswa semester akhir ini mengatakan, memasak dapat membuat dirinya fokus berjam-jam. Berawal dari iseng-iseng, akhirnya hobi Syifa dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah. Semakin lama, peminat kudapan khas Palembang miliknya makin tinggi. Dalam sehari, ia bisa membuat 250 hingga 300 pcs pempek. Sementara, dalam sebulan ia bisa menjual lebih dari 1000 pcs. “Jadi gak bingung mau ngerjain apa lagi sehari-harinya,” tuturnya.

Tentu hal ini merupakan penampakan yang berbeda dari kehidupan sehari-hari sebelum pandemi virus korona. CEO Southwestern Behavioral Healthcare Katy Adams dalam sebuah artikel di Courier and Press berjudul “Struggling with the stay-at-home order? Here a are some mental health tips on home to cope” menyampaikan, dalam situasi seperti ini, masyarakat tengah menciptakan rutinitas baru. Hal ini disebabkan karena tak ada satupun orang yang bisa bertahan, tanpa mendapat stres. Jadi rutinitas baru adalah hal yang bisa dipertimbangkan.

Salah satu rutinitas baru yang dapat menekan stress adalah memasak. Melalui psychologytoday.com, spesialis kesehatan dan psikologi Linda Wasmer Andrews memaparkan, memasak merupakan salah satu jenis terapi. Biasanya, memasak juga digunakan sebagai terapi dalam pengobatan kesehatan mental, seperti depresi, gangguan kecemasan ( anxiety), dan lain-lain.

Riset dalam sebuah artikel ilmiah berjudul “Everyday Creative Activity as a Path to Flourishing” dalam The Journal of Positive Psychology menunjukan, menghabiskan waktu dengan melakukan aktivitas kreatif dan ringan, seperti memasak dan memanggang kue, dapat meningkatkan efek yang positif. Responden mengaku, mereka merasa lebih tenang dan bahagia dalam kehidupan sehari-harinya setelah melakukan aktivitas yang kreatif tersebut.

***

Anggita Olivia Herman, Mahasiswi Jurnalistik Fikom Unpad.

Originally published at https://www.ayobandung.com on May 11, 2020.

--

--