Bagaimana Buruh Media Bekerja di Tengah Pandemi?

Anggita Olivia
4 min readApr 1, 2020

--

AYOBANDUNG.COMWork from home menjadi salah satu upaya pelaksanaan social distancing dalam menghambat penyebaran virus korona. Namun, tidak semua pekerja media memiliki privilege tersebut. Misalnya kru televisi dan radio yang mau tak mau harus datang ke kantor atau ke lapangan.

Soni misalnya, produser di salah satu radio anak muda di Bandung. Selain kru yang di bawah naungan on air (seperti produser, penyiar dan operator), mereka mendapat keringanan berupa work from home. Sayangnya hal tersebut tak berlaku bagi Soni. Ia masih harus datang ke kantor setiap Senin hingga Jumat. Tantangan yang harus dihadapi Soni bukan hanya keluar rumah setiap hari, tapi juga bertemu dengan sejumlah orang. Belum lagi kalau ada bintang tamu yang melakukan live interview.

Rasa was-was yang menyelimutinya setiap hari, ditambah pekerjaan yang ditambah oleh atasannya, membuat posisinya sebagai creative producer untuk tetap memutar otak menyediakan konten di tengah pandemi ini. “Harus bisa memberikan hiburan buat orang-orang yang terpaksa harus mengurung diri di rumah,” tuturnya.

Mau tak mau, Soni tetap harus bekerja seperti biasa. Tak semua radio memiliki peralatan yang lengkap untuk bisa melakukan siaran dari rumah seperti Mustang FM di Jakarta. Radio-radio lainnya tetap siaran di studio, tak henti-henti mengampanyekan social distancing dan tagar ‘di rumah aja’.

Meski demikian, Soni adalah salah satu orang yang beruntung. Ia masih mendapat arahan dari kantornya untuk tetap melakukan social distancing dan menjaga kesehatan. Berbeda dengan Angga yang menjadi reporter magang di salah satu kantor berita di Bandung. Mirisnya, di kantor berita tersebut tak ada Standard Operating Procedures (SOP) untuk mengantisipasi Covid-19.

“Tidak ada SOP, bahkan wejangan aja gak ada. Beda dengan media lain yang udah mengimbau lebih awas atau bahkan disuruh WFH, kami gak dikasih tau apa-apa. Liputan ya liputan aja, kayak gak ada apa-apa. Kalau mau liputan sok, tapi kalau enggak juga gak apa,” kata dia.

Pada Jumat (20/3/2020), seorang wartawan TV meliput Bupati Simalungun JR Saragih yang sedang dirawat sebagai orang dalam pemantauan (ODP) corona di RSUD Perdagangan, Sumatera Utara. Wartawan dari Efarina TV, salah satu stasiun televisi lokal di Sumatera Utara tersebut sempat viral, sebab dia tak mengenakan alat perlindungan saat itu. Akhirnya, wartawan tersebut diisolasi secara mandiri.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Jurnalis Krisis dan Bencana, serta Komite Keselamatan Jurnalis telah menyusun protokol keamanan liputan dan pemberitaan Covid-19 bagi jurnalis maupun perusahaan media. Di antara poin-poin yang ada, salah satunya adalah perusahaan media menyediakan atau mendanai jurnalis atau pekerja media untuk membeli perlengkapan keselamatan kerja, seperti masker, hand sanitizer, maupun sarung tangan. Selain itu, perusahaan media harusnya melakukan kegiatan disinfeksi di lingkungan kerjanya.

Salah satu media yang melindungi SDM-nya sebagai antisipasi terhadap Covid-19 adalah Kontan. Anak perusahaan media dari grup Kompas ini memberikan vaksin kepada seluruh reporter dan karyawannya pada Kamis (19/3/2020). Menurut keterangan reporter magang Arvin Nugroho, selain pemberian vaksin, Kontan juga menyediakan SOP selama masa krisis pandemi virus korona. Di antaranya adalah dengan melakukan work from home.

Menurut salah seorang reporter media online, Iftinavia Pradinantia, kegiatan work from home merupakan hal yang efektif jika dilakukan oleh wartawan media daring. Sementara wartawan media cetak masih butuh penyesuaian karena ada agenda yang mewajibkan untuk datang ke kantor. Beda cerita bagi wartawan elektronik seperti televisi dan radio yang harus tetap ke kantor di tengah pandemi ini.

Ifti mengatakan, dirinya mendapat porsi fifty-fifty. Artinya, setengah pekerjaannya mengharuskan dirinya untuk liputan ke lapangan langsung, dan setengahnya lagi memudahkan dia untuk bekerja dari rumah. “Kadang doorstop, kadang dari rumah. Ada banyak isu yang terpaksa di-cancel karena isu korona. Yang doorstop biasanya ada tema spesifik yang aku tanya ke satu narsum,” kata dia.

Dia juga mengaku, di kantornya masih ada yang clueless tentang virus korona. “Misal awal-awal masih ada aja yang jorok, ngambil gorengan gak cuci tangan. Masih ada yang nongkrong-nongkrong ngerokok,” kata dia. Kantor tempatnya bekerja merupakan media yang terbilang baru, sehingga menurutnya wajar saja bila kantornya tak seantisipatif media lain yang menyediakan hand sanitizer dan masker.

Sebagai wartawan yang masih aktif bekerja di luar rumah, Ifti berharap semoga makin banyak media yang memprioritaskan kesehatan wartwan. Menurutnya perlu ada konseling khusus. “Karena to be honest mental kita juga kena, sih. Setiap hari berkutat sama Covid-19 lebih banyak dari orang-orang, ngetik tentang hal itu, tau updateannya gimana. Psikosomatik sih.”

Salah seorang ahli yaitu Psikiater dr Andri, SpKJ, FACLP, psikosomatik adalah sebuah reaksi yang dirasakan tubuh saat terlalu banyak mengonsumsi informasi terkait virus korona. Lewat akun Twitter-nya, dia menyampaikan untuk membatasi informasi terkait Covid-19 bagi pengidap gejala psikosomatik. “Lakukan hobi yang menyenangkan, dan sebarkan optimisme. Kita bisa lewati semua ini,” tuturnya.

— — — — -
Artikel ini sudah Terbit di AyoBandung.com, dengan Judul Bagaimana Buruh Media Bekerja di Tengah Pandemi?, pada URL https://www.ayobandung.com/read/2020/03/30/84300/bagaimana-buruh-media-bekerja-di-tengah-pandemi

Penulis: Redaksi AyoBandung.Com
Editor : Redaksi AyoBandung.Com

--

--