Review: Is The Hype Really Worth Watching Ali & Ratu Ratu Queens?

Anggita Olivia
4 min readJun 19, 2021

--

Source: Palari Films

Pertama kali menonton trailer film ini, saya sangat semangat untuk menikmati film seutuhnya. Mungkin film ini akan memberikan gambaran tentang imigran di New York dengan nyata, memberikan makna relasi ibu dan anak yang kuat dan bisa membuat saya menangis, mengingat saya sangat sensitif. Intinya, saya sangat tidak sabar untuk menyaksikan Ali & Ratu Ratu Queens pada awalnya.

Ali & Ratu Ratu Queens mengisahkan tentang Ali (Iqbaal Ramadhan) yang ditinggalkan ibunya (Marissa Anita) sejak kecil dan berusaha untuk mencarinya di New York. Di sana, Ali bertemu dengan ratu-ratu (Nirina Zubir, Asri Welas, Tika Panggabean, Happy Salma), empat imigran Indonesia yang tinggal di apartemen di Queens. Mereka memberikan Ali tempat dan membantunya untuk mencari ibu Ali. Ali & Ratu Ratu Queens tayang secara global di Netflix pada 17 Juni 2021.

Dua hari setelah penayangannya, saya berusaha untuk memanjakan diri dengan menonton film yang posternya sudah tersebar di mana-mana ini. Di media sosial apapun saya menemukan respon teman saya yang baik tentang film ini. Saya semakin penasaran, terkhusus pada pesona Iqbaal di film ini.

Film ini diawali dengan adegan Ali saat masih kecil. Saat itu, ia masih tinggal bersama ayahnya (Ibnu Jamil) dan ibunya. Akhirnya ibu Ali, Mia, memutuskan untuk berkarir sebagai penyanyi di New York dan meninggalkan keluarganya. Setelah beberapa waktu, ayah Ali meminta Mia untuk pulang ke Jakarta namun Mia menolak. Ayah Ali memutuskan agar Mia tidak pulang lagi. Di sini saya melihat akting Ibnu Jamil yang kurang meyakinkan dan membuat saya sedikit kecewa.

Kekecewaan saya juga didukung oleh keputusan ayah Ali untuk melarang Mia kembali selamanya. Menurut saya pemikiran ini sangat tidak feminis karena tidak mendukung hak perempuan yang ingin berkarir meski sudah menikah. Ditambah lagi dengan keputusan ayah Ali yang tidak ingin mengunjungi istrinya di sana meski sudah dibelikan tiket pesawat. Namun saya tidak mengerti alasan tindakan ayah Ali melakukan itu, padahal sebelumnya ia sangat kesusahan memainkan role ayah dan meminta istrinya pulang.

Scene dimana bude Ali dan beberapa anggota keluarga lainnya muncul menurut saya sangat lucu dan berkesan. Keluarga Ali yang tengah berkumpul mendengar keinginan Ali untuk pergi ke New York dan kaget. Mereka menentang kehidupan negeri barat secara konservatif dan mengaitkannya dengan agama. Adegan ini semakin berkesan karena didukung dengan cameo yang tepat.

Bagian film lainnya yang saya nantikan adalah kemunculan ratu-ratu. Saya menantikan scene Party yang diperankan Nirina Zubir muncul. Menurut saya, kekuatan akting Nirina Zubir di film sangat terlihat alami sebagai tokoh yang dimainkan. Mungkin karena pengalamannya memainkan berbagai peran di begitu banyak film. Selain Nirina, akting Asri Welas dan tingkah anehnya juga memberikan kesegaran pada film ini. Other than that, the movie feels so cringe.

Saya merasa character development Ali sebagai pemeran utama film ini sangat kurang. Ada banyak pertanyaan yang membuat saya memikirkan tindakan-tindakan Ali. Di film ini, Ali digambarkan sebagai sosok yang berani dan setia pada ibunya. Saya bisa melihat bahwa Ali berani ketika ia terbang ke Amerika dan mencari ibunya sendiri. Sebagai anak yang baru lulus SMA, Ali membuat saya takjub. Padahal, kehidupan Ali sepertinya pas-pasan dan biasa-biasa saja.

Ali kehilangan momen dengan sejak kecil, ayahnya sudah meninggal dan katanya hanya Ali yang mengurusnya (mungkin dibantu dengan saudara Ali yang tinggal di depan rumah). Namun selain penjelasan itu, tidak diperlihatkan bagaimana bonding antara ayah dan anak dan struggle kehidupan mereka. Hingga Ali dewasa dan menemukan tiket pesawat dari ibunya yang sudah lama, akhirnya ia memutuskan untuk mencarinya. Namun untuk sampai ke adegan itu, saya merasa bahwa tindakan Ali benar-benar ingin ke Amerika menurut saya sangat terburu-buru.

Terlebih lagi, saya tidak merasa Iqbaal menjiwai peran Ali dengan baik. Ada banyak kekurangan seperti dialog yang saya rasa sangat kaku dan sangat ‘Iqbaal’. Sayang sekali, setelah namanya melejit pada peran sebagai Dilan, Iqbaal gagal untuk membuktikan keserbabisaan-nya memainkan karakter lain di film Ali dan Ratu Ratu Queens.

Tidak hanya Ali, hampir semua karakter di film ini memiliki cacat pada pengembangan karakternya. Bagaimana background kehidupan ratu-ratu? Bagaimana kehidupan Mia setelah meninggalkan Ali? Apa yang membuat Bude Ali berubah pikiran tentang New York? Mengapa Ali bisa dengan mudah diterima di apartemen ratu-ratu di Queens?

Semuanya terasa seperti fragmen-fragmen yang terpisah, sehingga saya merasa hubungan antara ratu-ratu dan Ali sangat minim hingga Ali akhirnya merasa bahwa mereka adalah keluarganya. Jika film ini ingin menyajikan relasi ibu dan anak, saya tidak bisa merasakannya. Atau apakah film ini berusaha menceritakan tentang Ali dan ratu-ratu? Tapi sayangnya, relasi mereka juga tidak terbangun dengan baik. Akhirnya saya sampai pada kesimpulan bahwa film ini membingungkan saya.

Ekspektasi saya juga kembali dipatahkan karena hanya sedikit scene yang menggambarkan kehidupan di New York. Mana scene-scene yang meromantisisasi New York? Saya menantikan hal tersebut tapi tak juga muncul. And the scene where a stranger eavesdrop your convos and pity you in Queens? Is that really New Yorker? I don’t think so.

Saya tidak bisa melihat usaha para ratu hingga bisa membuat restoran, atau perjalanan restorannya walau hanya sedikit. Ditambah lagi, saya merasa kehidupan Ali hingga ia mendapat beasiswa di sana terlihat sangat mudah. Padahal ia hanya hidup mengandalkan uang sewaan rumahnya di Jakarta. Sungguh tidak realistis.

Setelah klimaks konflik selesai, saya merasa ingin segera menyudahi film ini karena harapan-harapan saya tidak terpenuhi. Mungkin 100 menit Ali & Ratu Ratu Queens memang tidak cukup untuk memberikan cerita yang sempurna. But is it really worth watching? Well, it doesn’t hurt to feed our curiosity, right?

--

--